Sabtu, 09 April 2022

 

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN PADA MATA PELAJARAN FIKIH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LISTENING TEAM PADA SISWA MTS MUHAMMADIYAH 29 STABAT KABUPATEN LANGKAT

Oleh

KHAIRINA ZANIN

NIM: 900. 16. 141

 

ABSTRAK

Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk upaya meningkatkan kemampuan penalaran pada mata pelajaran Fikih melalui model pembelajaran listening team pada siswa MTs Muhammadiyah 29 Stabat Kabupaten Langkat.

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan riset lapangan yaitu dengan memakai alat- alat pengumpulan data melalui observasi, interview atau wawancara terstruktur, dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis. Dalam penelitian ini, digunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskripsi analisis yaitu dengan mendeskripsikan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara terstruktur pada sumber penelitian.

 

Kata Kunci : Kemampuan, Penalaran, Model, Pembelajaran, Listening Team

 

ABSTRACT

This thesis was prepared with the aim of improving the ability of reasoning in the Jurisprudence subject through the listening team learning model for students at MTs Muhammadiyah 29 Stabat, Langkat Regency. To obtain the data needed in this study, field research was used, namely by using data collection tools through observation, interviews or structured interviews, and documentation. The data obtained were then processed and analyzed. In this study, qualitative research was used with a descriptive analysis approach, namely by describing the research results obtained through structured interviews with research sources.

Keywords: Ability, Reasoning, Model, Learning, Listening Team

 

I.                   Pendahuluan

Proses pendidikan di sekolah tentunya dilakukan dengan memberikan pengetahuan kepada siswa melalui pembelajaran yang baik. Pembelajaran yang diberikan akan menjaikan siswa memiliki berbagai pengalaman dalam belajar sehingga memberikan pemahaman terhadap materi pembelajaran yang diberikan. “Kata pembelajaran adalah terjemahan dari Intruction, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat”.[1] Pembelajaran merupakan proses belajar yang dilakukan guru.

“Menurut Jiyce and Weil dalam buku Muhammad Faturrohman, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran”.[2] Sedangkan menurut Trianto  “model pembelajaran merupakan pendekatan yang luas dan menyeluruh serta dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya”.[3]

Model pembelajaran yang baik digunakan sebagai acuan perencanaan dalam pembelajaran di kelas ataupun tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang sesuai dengan dengan bahan ajar yang diajarkan. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran dapat diartikan dengan istilah sebagai gaya atau strategi yang dilakukan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Dalam penerapannya,  gaya yang dilakukan tersebut mencakup beberapa hal strategi atau prosedur agar tujuan yang ingin dikehendaki dapat tercapai.

Belajar adalah aktivitas yang tidak pernah berhenti. Proses belajar akan terus berlangsung selama manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Pada saat seseorang berinteraksi dengan lingkungan, apakah itu disadari ataupun tidak dan terjadi perubahan perilaku dalam dirinya (kognitif, afektif, atau psikomotorik) maka pada dasarnya orang tersebut telah belajar. Proses ini tidak akan pernah berhenti selama seseorang masih hidup dan beraktivitas. Pada saat seseorang melakukan kegiatan belajar, pada hakikatnya ia menangkap dan membangun makna dari apa yang diamatinya.

Pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu. Melalui keingitahuan inilah anak mendapatkan pengalaman. Menurut Edgar Dale, bahwa dengan pengalaman langsung sekitar 90% materi yang di dapatkan anak akan cepat terserap dan bertahan lebih lama”.[4] Suasana pembelajaran harus diolah dengan baik dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, dan sebagainya.

“Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan, maksudnya tidak lain bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan peristiwa yang terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan”.[5] Dalam pendidikan dan pengajaran, tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa/subyek belajar. Winarko Surakhmad memberikan keterangan bahwa rumusan dan taraf pencapaian tujuan pengajaran adalahmerupakan petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif harus dibawa untuk memcapai tujuan akhir”.[6] Dalam belajar membutuhkan motivasi. Motivasi merupakan pendorong yang dimiliki oleh seseorang dalam melakukan tindakan, motivasi akan menjadi mesin penggerak untuk mencapai tujuan belajar,  Hal ini menegaskan bahwa motivasi adalah satu faktor penting untuk keberhasilan seseorang dalam melakukan suatu tindakan, termasuk dalam belajar di sekolah.

Tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari sistem nilai pancasila dirumuskan dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003Pasal 3, yang merumuskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk  berkembangnya  potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[7]

 

Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, mendidik dan membimbing siswa terhadap pembelajaran di kelas.

Menurut Nieveen, suatu model pembelajaran yang dikatakan baik, jika sesuai dengan kriteria adalah sebagai berikut : Pertama, sahih (valid). Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal, yaitu : apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritis yang kuat dan apakah terdapat konsistensi internal. Kedua, praktis, aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dapat dikembangakan dapat diterapkan dan kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tetrsebut dapat diterapkan. Ketiga, efektif, berkaitan dengan aspek efektifitas sebagai berikut: ahli dan praktisi berdasarkan pengalamnnnya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan secara operasional model tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.[8]

 

Dapat dijelaskan sebuah model pembelajaran akan berhasil apabila sebahagian atau keseluruhan siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Secara kemampuan menjelaskan dan bekerjasama antar sesama siswa dan saling bertanggung jawab. Kemudian dapat mengembangkan apasaja yang di dapatnya saat menerima penjelasan yang disampaikan oleh pendidik tersebut dengan menggunakan model pembelajaran yang telah diterapkan. Tujuan menerapkan model pembelajaran tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan hasil belajar.

Arends dan pakar model pembelajaran dalam buku Wina Sanjaya  berpendapat bahwa “tidak ada satu pun model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya apabila tidak dilakukan ujicoba pada suatu mata pelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya seleksi pada setiap model pembelajaran mana yang paling baik untuk diajarakan pada materi tertentu”.[9]

Adapun yang termasuk dalam komponen pembelajaran  meliputi tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian. Metode mengajar yang digunakan guru hampir tidak ada yang sia-sia, karena metode yang diterapkan dalam proses belajar dengan baik  mendatangkan hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu yang relatif lama. Suryosubroto menjelaskan bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar adalah “proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah”.[10]  Hasil yang dirasakan dalam waktu dekat dikatakan sebagai dampak langsung (Instructional effect)  sedangkan hasil yang dirasakan dalam waktu yang relatif  lama disebut dampak pengiring (nurturant effect) biasanya bekenaan dengan sikap dan nilai.

Agar dapat mengajar dengan efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar  bagi  siswa baik kualitas maupun  kuantitas.  Kesempatan  belajar  siswa dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. “Guru harus bisa menunjukkan keseriusan saat mengajar sehingga dapat membangkitkan minat serta motivasi siswa untuk belajar”.[11]

Motivasi siswa meningkat apabila guru memberikan penjelasan yang menyenangkan dan yang baik pada saat proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran akan terjadi dengan baik apabila siswa menunjukkan sikap aktif dan komunkatis antar siswa dan guru. Sebagai seorang pendidik harus mampu memberikan pembelajaran yang menyenangkan dengan cara menerapkan model pembelajaran yang menarik.

Guru perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode/model  pembelajaran, lalu mempraktikkan pada saat mengajar. Agar tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan  yang dirumuskan oleh  guru. Hal itu sesuai dengan  fungsi pendidikan nasional  yang  tercantum  dalam  undang-undang  diknas  yaitu  mengembangkan kemampuan  dan  membentuk  watak  serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa dan bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa”.[12]

Dalam tujuan pendidikan nasional ingin mencerdaskan seluruh bangsa indonesia dan memberikan pengajaran yang baik. Dalam proses pembelajaran seharusnya lebih diterapkan pendidikan akhlak yang baik, setelah itu barulah membina SDM yang baik, untuk memajukan Indonesia dimasa yang akan datang.

 

II.                PEMBAHASAN

Penalaran adalah suatu proses penarikan kesimpulan dari satu atau lebih proposisi”.[13] Sejalan dengan pengertian tersebut, Fadjar Shadiq dalam Sri Wardani mengatakan “penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya”.[14]

“Penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelum”.[15]  

Penalaran dalam belajar merupakan kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak dipertanyakan sebab untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal. Dengan adanya kemampuan siswa maka tujuan pendidikan akan tercapai. Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air siswa akan menjadi generasi yang berkualitas sesuai harapan pendiri bangsa kita ini.

Penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.Penalaran merupakan suatu proses menemukan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria masing- masing”.[16]

“Pernyataan  yang  menjadi  dasar  penarikan  suatu  kesimpulan  dalam penalaran disebut dengan premis atau antesedens, sedangkan suatu pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut dengan konklusi atau konsekuens”.[17]

Bernalar merupakan proses yang dialektis artinya selama kita bernalar atau berpikir, pikiran kita dalam keadaan tanya jawab untuk dapat meletakkan hubungan antara pengetahuan-pengetahuan yang kita miliki.Para ahli logika mengemukakan ada tiga proses yang harus dilalui dalam bernalar, yaitu membentuk pengertian, membentuk pendapat, membentuk kesimpulan”.[18]

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah suatu kegiatan berpikir logis untuk mengumpulkan fakta, mengelola, menganalisis, menjelaskan, dan membuat kesimpulan. Metode yang untuk meningkatkan penalaran siswa dalam belajar harus bervariasi akan sangat membantu dalam proses belajar dan mengajar. Dengan adanya metode yang baru akan mempermudah guru untuk menyampaikan materi pada siswa.  Apabila suasana yang diciptakan guru ketika belajar tidak bervariasi, maka peserta didik tersebut akan merasa  jenuh dalam melaksanakan belajar. Dan kejenuhan yang dialami oleh peserta didik tersebut dapat menurunkan daya konsentrasinya. Sehingga pelajaran yang diajarkan oleh guru pun akan menjadi sia-sia. Makanya tak jarang ada anak-anak yang sudah belajar berjam-jam namun belum bisa memahami apa yang telah disampaikan oleh gurunya.  Hal itu terjadi  bukan karena salah anak didiknya, juga bukan karena salah pendidiknya.  Hal itu terjadi karena salah memilih metode atau cara mengajar. Oleh karena itu, guru hendaknya menguasai, mengetahui dan memahami berbagai metode pengajaran, baik kelebihan maupun kelemahannya.

Pengembangan kemampuan penalaran memerlukan pembelajaran yang mampu mengakomodasi proses berfikir, proses bernalar, sikap kritis siswa dan bertanya. Sebagaimana yang dapat diartikan bahwa model pembelajaran Listening Team sebagai model intruksional yang menantang peserta didik agar belajar untuk belajar dalam team,” bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Listening Team mempersiapkan peserta didik untuk bernalar secara sistetematis. Model pembelajaran listening team tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi dikembangkan untuk mambantu siswa untuk mengembangkan kemampuan bernalar, pemecahan masalah,   keterampilan intelektual, belajar aktif bekerjasama, komunikasi, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan  mereka  dalam  pengalaman   nyata,  dan  menjadi  pembelajaran mandiri.

Model cooperative learning tipe listening team merupakan model yang dapat mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar siswa.Menurut Silberman  aktivitas  ini  merupakan  cara  yang  membantu siswa  agar  tetap  fokus  dan  jeli  selama berlangsungnya  pengajaran berbasis ceramah”.[19]Selanjutnya menurut Hamruni listening team merupakan sebuah cara membantu siswa agar tetap terfokus dan siap selama pembelajaran berlangsung”.[20]

Listening Team adalah suatu usaha untuk memperoleh pemahaman akan hakikat dari suatu konsep atau prinsip atau keterampilan tertentu melalui proses kegiatan atau latihan yang melibatkan indera pendengaran. Penggunaan Listening Team dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada pengoptimalan indera pendengaran siswa (di samping indera lainnya), diharapkan secara tepat dapat mendorong siswa agar tetap fokus dan siap siaga selama proses pembelajaran berlangsung.

Model pembelajaran ini membantu siswa untuk tetap berkonsentrasi dan terfokus dalam pelajaran yang menggunakan metode ceramah. Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa.

Penggunaan model pembelajaran  Listening Team akan mencapai tujuan yang maksimal apabila memenuhi prinsip-prinsip di bawah ini :

1.    Pelaksanaannya dilakukan oleh kelompok-kelompok siswa.

2.    Semua siswa harus terlibat sesuai dengan peranannya.

3.    Penentuan topik disesuaikan dengan kemampuan kelas, tingkat sekolah dan situasi tempat.

4.    Materi yang dipilih hendaknya terkait persoalan yang relatif banyak menimbulkan pertanyaan dan pendapat.

5.    Materi yang diajukan hendaknya dapat juga menumbuhkan pertimbangan dari berbagai pihak.[21]

 

Model pembelajaran Listening Team ini bertujuan membentuk kelompok yang mempunyai tugas atau tanggung jawab tertentu berkaitan dengan materi pelajaran sehingga akan diperoleh partisipasi aktif siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Yang mana diawali dengan pemaparan pembelajaran oleh guru. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok. Setiap kelompok mempunyai peran masing-masing. Misal, 40 orang dalam suatu kelas dibagi menjadi 4 kelompok.

Model ini bertujuan untuk membentuk kelompok yang mempunyai tugas atau tanggungjawab tertentu dengan materi pelajaran. Langkah-langkah model pembelajaran Listening  Team  menurut  Agus Suprijono adalah sebagai berikut:

1)   Guru membagi siswa menjadi empat kelompok, meliputi kelompok penanya, kelompok pendukung, kelompok tidak menyetujui, dan kelompok penarik kesimpulan.

2)   Guru menyampaikan materi pembelajaran. Kemudian memberi waktu beberapa saat untuk mendiskusikan tugas-tugas setiap kelompok yang telah dibagi.

3)   Guru meminta masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasil dari tugas setiap kelompok mulai dari kelompok bertanya, menyepakati, menyanggah dan memberi contoh.

4)   Guru  melakukan  evaluasi  bersama  peserta  didik  atas  diskusi yang dilakukan pada hari tersebut. [22]

 

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode Listening Team yaitu

a)    Tidak memerlukan skill komunikatif yang rumit, dalam banyak hal siswa dapat berbuat dengan pengarahan yang simple.

b)   Interaksi antara siswa memungkinkan timbulnya keakraban.

c)    Strategi ini menimbulkan respon yang positif bagi siswa yang lamban, kurang cakap, dan kurang motivasinya.

d)   Listening Team melatih siswa agar mampu berfikir kritis.

e)    Siswa tidak terlalu bergantung pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri.

f)    Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide/gagasan.

g)   Dapat membantu anak untuk merespon orang lain.

h)   Dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

i)     Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri serta menerima umpan balik.

j)     Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir.[23]

 

Sedangkan kekurangannya yaitu:

a.    Efektivitasnya dalam memajukan proses belajar mengajar belum terbuktikan oleh riset.

b.    Dalam pelaksanaannya sering tidak terlibatkan elemen-elemen penting.

c.    Waktu yang dihabiskan cukup panjang.

d.   Dengan keleluasaan pembelajaran, maka apabila keleluasaan itu tidak optimal maka tujuan dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai.

e.    Penilaian kelompok dapat membutakan penilaian secara individu apabila guru tidak jeli dalam pelaksanaannya.

f.     Mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang panjang.[24]

 

 

III.             METODE PENELITIAN

 

Metode penelitian merupakan suatu cara yang ditempuh untuk melak-sanakan penelitian. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian deskripif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dengan cara menganalisis dan menafsirkan variabel-variabel yang diteliti. Sehingga nampaklah bahwa penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif analisis. Dalam operasionalnya, penelitian ini melakukan kajian secara mendalam terhadap variabel penelitian yaitu: Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Pada Mata Pelajaran Fikih Melalui Model Pembelajaran Listening Team Pada Siswa MTs Muhammadiyah 29 Stabat Kabupaten Langkat. Dalam penelitian kualitatif, keberadaan narasumber sangat penting, sebagai individu yang memiliki informasi. Berdasarkan hal ini, maka subyek dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, guru mata pelajaran Fikih serta siswa MTs Muhammadiyah 29 Stabat Kabupaten Langkat.

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk observasi dilakukan dengan pengamatan langsung obyek maupun lokasi penelitian tersebut. Wawancara lebih fokus kepada sumber data primer yang ada yaitu orang yang berkaitan langsung dengan variabel penelitian. Sedangkan dokumentasi yang terkumpul adalah proses penelitian yang dilakukan dari awal hingga akhir penelitian. Data-data dalam penelitian ini dianalisis yang dimulai sejak pengumpulan data di lapangan yang kemudian diikuti dengan pekerjaan menuliskan, mengkategorisasikan, mengklasifikasikan, mereduksi, menganalisis dan menafsirkan ke dalam konteks seluruh masalah penelitian.

Terlihat model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif (interactive model of analysis). Artinya, ketiga komponen dalam kegiatan penelitian berjalan bersama-sama, yakni data reduction (reduksi data), data display (penyajian data) dan conclusions drawing and verifying (penarikan kesimpulan dan verifikasi).

 

IV.             KESIMPULAN

Berdasarkan analisis deskripsi model  pembelajaran listening team sebagaimana  yang  telah  diutarakan,  maka  dapat  diambil  kesimpulan  sebagai berikut :

1.    Upaya peningkatan penalaran menggunakan model  pembelajaran   mata  pelajaran  Fikih  di  MTs Swasta Muhammadiyah 29 Stabat Kabupaten Langkat dilaksanakan dengan model mendengarkan tim atau listening team , yaitu metode pembelajaran dengan melibatkan semua siswa untuk aktif melalui pembagian tugas yang berbeda untuk tiap kelompok dimana ada kelompok penanya, kelompok yang menyetujui, kelompok yang tidak menyetujui, kelompok memberi contoh, dan kelompok membuat rangkuman.

2.    Upaya peningkatan penalaran menggunakan model  pembelajaran   listening team  pada mata  pelajaran Fikih di MTs Swasta Muhammadiyah 29 Stabat Kabupaten Langkat telah mampu meningkatkan keaktifan siswa meskipun tetap terlihat adanya perbedaan yang mencolok antara siswa yang memang aktif dengan siswa yang kurang aktif.

3.    Upaya peningkatan penalaran menggunakan model  pembelajaran listening team  mata pelajaran Fikih  di MTs Swasta Muhammadiyah 29 Stabat Kabupaten Langkat telah mampu meningkatkan pemahaman siswa pada materi pelajaran Fikih yang diajarkan dalam kegiatan pembelajaran.

4.    Adapun hambatannya adalah, sebagian siswa masih belum memahami mengenai sistem pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran listening team, sehingga harus lebih ekstra dalam memberikan pengaran dan bimbingan kepada para siswa.

5.    Solusi yang diberikan, seharusnya sebagai guru harus memiliki cara untuk membuat siswa tidak mudah bosan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Memiliki keterampilan yang baik dan menguasi beberapa teknik dalam mengajar dengan menggunakan berbagai jenis model pembelajaran. Model pembelajaran listening team ini mengajarkan siswa lebih aktif dan kreatif serta mudah bekerjasama dengan teman sekelasnya, dan memudahkan siswa dalam meningkatkan penalaran ketika belajar Fikih.

 

DAFTAR PUSTAKA

A.M, Sardiman. Peningkatan Kemampuan Penalaran. Jakarta: Insan Press. 2014.

 

Anas, Yusuf. Managemen Pembelajaran Dan Instruksi Pendidikan. Jogja: IRCiSoD. 2009.

 

Akhyak. Profil Pendidik Sukses. Surabaya: Elkaf. 2005.

 

Arifin, Anwar. Undang-Undang Sisdiknas. Jakarta: Depag. 2003.

 

Asma, Nur. Model Pembelajaran Kooperatif. Padang: UNP Press. 2009.

 

Baharudin. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. 2007.

 

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. 2009.

 

Darajat, Zakiyah,. Metode khusus pengajaran agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1995.

 

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan terjemahan. Bandung: CV. Diponegoro. 2010.

 

Dimyati dan Mudjiono. Kemampuan Belajar Aktif. Bandung: Rineka Cipta. 2006.

 

Djamarah , Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. 2013.

 

Faturrohman, Muhammad. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Ar-Ruzz Media. 2015.

 

Hamruni. Model Pembelajaran Listening Team. Bandung: Insan Press. 2014.

 

Jumantoro, Totok dan  Samsul Munir  Amin. Kamus Ushul Fikih. Jakarta: Amzah. 2009.

 

Keputusan Menteri Agama No 165 Tahun 2014. Pedoman Kurikulum madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Jakarta : Depag.

 

Lampiran  Keputusan  Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: 165 Tahun  2014 Tentang  Kurikulum  2013  Mata  Pelajaran  Pendidikan  Agama  Islam  dan  Bahasa  Arab  pada Madrasah.

 

Mudawam , Syafaul. Syari’ah-Fiqih-Hukum Islam: Studi tentang Konstruksi Pemikiran Kontemporer  (Asy-Syirah:  Jurnal Ilmu  Syariah  dan  Hukum. Vol.  46  No.  II,  Juli-Desember. 2012.

 

Narbako, Cholid dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta:Bumi Aksara. 2004.

 

Porwadarminto, W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1991.

 

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006.

 

Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007.

 

Shadiq. Filsafat Ilmu. Jakarta: Insan Press. 2004.

 

Shadiq, Fadjar. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG Matematika. 2004.

 

Silberman. Cooperative Learning. Jakarta: Rienaka Cipta. 2014.

 

Subandi, Bambang , Dkk. Studi Hukum Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. 2012.

 

Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Balajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2008.

 

Suprijono, Agus. Model Pempelajaran Cooperative. Jakarta: Insan Press. 2014.

 

Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar Disekolah. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.

 

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2010,

 

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajagrafindo persada. 2012.

 

Trinato. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif –Progresif. Jakarta: Prenada media group. 2011.

 

Usman, Husain dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Cet. IV; Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2001.

 

Wardani,  Sri. Analisis  SI  dan  SKL  Mata  Pelajaran  Matematika  SMP/MTs  Untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan. Yogyakarta: PPPPTK Matematika. 2008.

 



[1]Muhammad Faturrohman, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), hlm. 15.

[2] Ibid, hlm. 30.

[3]Trinato, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif –Progresif, (Jakarta: Prenada media group, 2011), hlm. 23.

[4] Ibid, hlm. 327.

[5]Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 57

[6]Winarko Surakhmad, Tujuan Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Insan Cipta, 2008), hlm. 42.

[7]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 65.

[8] Ibid, hlm. 24.

[9] Ibid, hlm. 25.

[10] Ibid,..., hlm. 29.

[11] Akhyak, Profil Pendidik Sukses, (Surabaya: Elkaf, 2005), hlm, 21

[12] Anwar Arifin, Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta: Depag, 2003), hlm, 37

[13]Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), hlm. 111

[14]Sri Wardani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs  Untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2008),  hlm. 11

[15]Shadiq, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Insan Press, 2004), hlm. 43.

[16]Ibid, hlm. 23

[17]Fadjar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi, (Yogyakarta: PPPG Matematika, 2004), hlm. 2

[18] Baharudin, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007), hlm. 121

[19] Silberman, Cooperative Learning, (Jakarta: Rienaka Cipta, 2014), hlm. 121.

[20] Hamruni, , Model Pembelajaran Listening Team, (Bandung: Insan Press, 2014), hlm. 166.

[21]Nur  Asma, Model Pembelajaran Kooperatif. (Padang: UNP Press, 2009), hlm. 22 .

[22]Agus Suprijono, Model Pempelajaran Cooperative, (Jakarta: Insan Press, 2014), hlm. 101.

[23] Ibid, hlm. 103

[24] Ibid, hlm. 104.